SALATIGA | BL – Suasana berbeda terasa di lingkungan SMP Negeri 2 Salatiga sejak Senin hingga Kamis, 14–17 April 2025. Sebanyak sembilan siswa dari Korea Selatan—terdiri dari enam perempuan dan tiga laki-laki—bersama empat guru pendamping dari Global Vision Christian School, mengikuti program pertukaran pelajar (student exchange) yang dikemas dalam balutan budaya khas Salatiga.
Program yang berlangsung selama empat hari ini mengusung tema edukatif-kultural, dengan fokus utama pada pengenalan gastronomi lokal berbasis singkong (ketela). Tanaman pangan yang sederhana namun sarat makna ini menjadi pintu masuk untuk memperkenalkan filosofi hidup masyarakat Indonesia, khususnya di Salatiga.
Kepala SMPN 2 Salatiga, Mudjiati, menyampaikan bahwa program ini tidak hanya mengenalkan kekayaan rasa, tetapi juga kearifan lokal yang melekat pada singkong. “Siswa-siswi dari Korea dikenalkan berbagai jenis makanan tradisional berbahan dasar ketela, sekaligus mempelajari filosofi di baliknya. Mereka juga kami ajak belajar menanam ketela langsung di lahan,” ujar Mudjiati saat ditemui di Kampung Telo, Argotelo, Salatiga, Selasa (15/4/2025).
Salah satu momen yang paling berkesan dalam kegiatan ini adalah saat para siswa turun langsung ke dapur dalam sesi cooking class. Mereka diajak membuat berbagai olahan singkong, seperti singkong keju, fla ketela, serta aneka minuman tradisional berbasis jamu yang juga menggunakan bahan dasar ketela.
Tak hanya itu, peserta pertukaran pelajar juga diperkenalkan pada seni batik khas Salatiga dengan motif yang tak biasa—yakni motif singkong. Batik ini dirancang khusus untuk menunjukkan kekayaan budaya sekaligus inovasi lokal.
Menambah keseruan, para siswa diajak mengunjungi sentra produksi enting-enting gepuk, salah satu makanan legendaris khas Salatiga. Di sana, mereka menyaksikan proses produksi secara langsung dan mencicipi cita rasa khas yang telah turun-temurun dikenal masyarakat.
Juliana Sheila U. Tampubolon, Duta Genre Salatiga 2024, turut hadir mendampingi kegiatan ini. Ia mengungkapkan antusiasmenya saat berinteraksi langsung dengan para pelajar dari Korea. “Hari ini kita kedatangan teman-teman dari Korea, dan bersama-sama menyusuri proses pembuatan makanan dari ketela, bahkan ikut menanam,” katanya bersemangat.
Menurut Sheila, pengalaman ini bukan sekadar ajang pertukaran pelajar, tetapi juga momen memperluas relasi lintas budaya dan menjalin persahabatan internasional. “Bagi saya pribadi, hal paling menarik adalah bisa mendapatkan teman baru, saling tukar cerita dan budaya, serta berbagi hobi. Ini luar biasa,” ujar Sheila, yang tengah mempersiapkan diri menuju ajang Duta Genre tingkat Jawa Tengah.
Sementara itu, Toni Anandya Wicaksono, pemilik Kampung Argotelo, menjelaskan bahwa pihaknya memang memiliki program edukasi khusus tentang pengolahan singkong. “Kami punya paket edukasi lengkap, mulai dari mengenalkan tanaman singkong, proses pengolahan dasar, hingga produk jadi seperti singkong fla dan minuman tradisional berbasis jamu,” terangnya.
Menurut Toni, kegiatan ini bukan hanya tentang memperkenalkan makanan lokal, tetapi juga mendorong industri kreatif dan pariwisata berbasis pangan lokal. “Dengan memperkenalkan olahan singkong secara kreatif, kami berharap dampaknya bisa luas—dari sisi ekonomi, pendidikan, hingga identitas budaya,” pungkasnya.
Kegiatan pertukaran pelajar ini tidak hanya memberikan pengalaman baru bagi para siswa dari Korea, tetapi juga menjadi ajang bagi Salatiga untuk menunjukkan bahwa budaya lokal bisa menjadi jembatan diplomasi yang kuat. Lewat singkong, Salatiga telah mengajarkan bahwa akar budaya bisa tumbuh menjadi pohon persahabatan dunia. (*)