Laporan: Imam Prabowo
BOYOLALI | BL – Tragedi memilukan terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Darusy Syahadah, Desa Kedunglengkong, Boyolali. Seorang santri berinisial SS (15), asal Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, mengalami luka bakar serius setelah dianiaya oleh seorang pria berinisial MGS (21). Pelaku, yang mengaku sebagai kakak dari salah satu santri, menuduh korban mencuri handphone milik adiknya.
Kasat Reskrim Polres Boyolali, IPTU Joko Purwadi, dalam konferensi pers Selasa (17/12/2024), mengungkapkan kronologi kejadian yang menghebohkan ini.
“Peristiwa terjadi pada Senin malam (16/12/2024) sekitar pukul 21.00 WIB. Pelaku MGS datang ke Ponpes dan meminta memanggil korban SS, yang dituduh mencuri handphone milik adiknya, santri berinisial E,” jelas IPTU Joko.
Menurut keterangan polisi, korban SS dibawa ke salah satu ruangan di ponpes yang kemudian dikunci oleh pelaku. Di dalam ruangan tersebut, pelaku mulai melakukan interogasi sambil menekan korban dengan ancaman.
Situasi memanas ketika MGS membawa botol plastik berisi bensin. Awalnya, bensin tersebut diduga hanya untuk menakut-nakuti korban. Namun, tindakan pelaku berubah brutal saat ia menyiramkan bensin ke tubuh SS dan menyulut api dengan korek gas.
“Korban sudah membantah tuduhan mencuri handphone, tetapi pelaku tetap tidak puas. Pelaku akhirnya menyalakan api, menyebabkan tubuh korban terbakar,” terang IPTU Joko.
Korban langsung mengalami luka bakar serius hingga 38 persen di bagian wajah, leher, dan kedua kaki. Setelah insiden, korban dilarikan ke RSUD Simo untuk mendapatkan perawatan intensif. Kondisinya masih dalam pemantauan tim medis.
Polisi bergerak cepat mengamankan pelaku dan sejumlah barang bukti yang ditemukan di lokasi kejadian, di antaranya:
Karpet hijau bekas terbakar, Korek api gas berwarna biru, Botol plastik bekas bensin, Jaket krem milik pelaku.
IPTU Joko menyatakan bahwa kasus ini menjadi prioritas karena melibatkan korban di bawah umur. Polisi menjerat MGS dengan pasal berlapis, antara lain:
Pasal 187 ke-1 dan ke-2 KUHP tentang tindak pembakaran, Pasal 353 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan berencana, Pasal 80 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. “Ancaman hukuman maksimal bagi pelaku mencapai 15 tahun penjara,” ujar IPTU Joko.
Dalam pernyataannya, IPTU Joko menegaskan bahwa tindakan main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan. Masyarakat diimbau untuk selalu menyerahkan penyelesaian setiap masalah kepada pihak berwajib.
“Kami meminta semua pihak tidak bertindak gegabah. Tindakan main hakim sendiri justru berpotensi menimbulkan tragedi yang lebih besar,” tegasnya.
Saat ini, pelaku telah diamankan di Mapolres Boyolali untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Kejadian ini menyisakan duka mendalam, terutama bagi keluarga korban yang harus menerima kenyataan pahit akibat tindakan brutal tersebut. Pihak ponpes dan warga sekitar turut berduka atas insiden yang menimpa SS.
Pihak kepolisian berjanji akan menangani kasus ini secara profesional dan memastikan keadilan bagi korban. Kejadian ini diharapkan menjadi pelajaran berharga agar tindakan main hakim sendiri tidak lagi terjadi di masyarakat.
“Kami berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memberikan keadilan seadil-adilnya bagi korban,” tutup IPTU Joko.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap permasalahan harus diselesaikan sesuai jalur hukum, demi terciptanya keadilan dan keamanan bagi seluruh masyarakat. (*)