Laporan: Imam Prabowo
UNGARAN | BL – Tradisi sakral Merti Bumi Serasi Susuk Wangan kembali digelar di Umbul Senjoyo, Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, pada Selasa (11/2/2025). Ritual turun-temurun ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber air sekaligus menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Semarang ke-504, yang akan diperingati pada 15 Maret 2025.
Camat Tengaran, Sri Sulistyorini, menyebut bahwa Susuk Wangan merupakan bagian penting dari agenda besar perayaan hari jadi Kabupaten Semarang.
“Acara hari ini merupakan pelaksanaan Susuk Wangan di tingkat Kecamatan Tengaran. Sebanyak 15 desa di Kecamatan Tengaran juga menggelar kegiatan serupa,” jelas Sri Sulistyorini kepada wartawan usai acara.
Ritual Susuk Wangan: Menjaga Alam, Merawat Warisan
Dalam rangkaian Susuk Wangan, berbagai kegiatan dilakukan sebagai simbol pelestarian lingkungan, antara lain:
✅ Bersih-bersih sungai di sekitar Umbul Senjoyo untuk menjaga kebersihan dan ekosistem air.
✅ Pelepasan burung, sebagai simbol keseimbangan alam dan kebebasan.
✅ Penebaran bibit ikan, untuk menjaga populasi ikan dan ekosistem sungai tetap terjaga.
✅ Penanaman pohon, guna melestarikan sumber mata air agar terus mengalir untuk generasi mendatang.
Menurut Sri Sulistyorini, Susuk Wangan bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat air yang diberikan kepada masyarakat.
“Kegiatan ini kami gelar rutin setiap tahun sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan kelangsungan sumber mata air,” tambahnya.
Air Perwita Suci: Mengalir Melintasi Wilayah Semarang
Pada tahun ini, tradisi pengambilan air suci dari tujuh mata air di Umbul Senjoyo kembali dilakukan. Air yang dikumpulkan akan disatukan dengan air dari berbagai desa lain di Kecamatan Tengaran, lalu dibawa dalam prosesi Lung Tinampi ke kecamatan lain.
“Air ini akan dibawa ke Kecamatan Kaliwungu sebelum akhirnya dikirabkan menuju Kecamatan Pabelan,” jelas Sri Sulistyorini.
Air Perwita Suci dari 15 kecamatan dan 208 desa akan dikumpulkan di Kabupaten Semarang dan digunakan dalam ritual Jamasan Pusaka di Pendopo Rumah Dinas Bupati Semarang.
Jamasan Pusaka: Menyucikan Warisan Ki Ageng Pandanaran
Sebagai puncak dari rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Semarang, prosesi Jamasan Pusaka akan digelar. Air Perwita Suci yang dikumpulkan dari berbagai kecamatan akan digunakan untuk membersihkan enam pusaka peninggalan Ki Ageng Pandanaran, yang diwariskan sejak era Pajajaran dan Majapahit.
Beberapa pusaka yang akan dijamas antara lain:
– Tombak Lurus
– Dua Tombak Trisula
– Dua Duwung Luk 9
– Duwung Luk 7
Tradisi Jamasan Pusaka ini diyakini bukan hanya untuk menyucikan benda pusaka, tetapi juga sebagai simbol keberlanjutan sejarah dan budaya masyarakat Semarang.
Susuk Wangan: Simbol Harmoni Alam dan Budaya
Sri Sulistyorini menegaskan bahwa Susuk Wangan tidak hanya sebatas ritual seremonial, tetapi memiliki makna filosofis yang mendalam, yaitu:
– Pelestarian Budaya – Menghidupkan kembali kearifan lokal dalam menjaga lingkungan.
– Pelestarian Alam – Menjaga kelangsungan sumber air agar tetap bermanfaat bagi masyarakat.
– Simbol Keharmonisan – Melepaskan burung, menebar ikan, dan menanam pohon sebagai pengingat akan keseimbangan ekosistem.
Sebagai warisan yang terus dilestarikan, Susuk Wangan menjadi bukti bahwa masyarakat Semarang tetap berpegang teguh pada tradisi leluhur sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
“Dengan tetap menjalankan ritual ini, kita tidak hanya menghormati warisan budaya, tetapi juga memastikan bahwa sumber daya alam yang kita miliki tetap lestari untuk generasi mendatang,” pungkas Sri Sulistyorini. (*)