SALATIGA | BESOKLAGI.COM – Dalam upaya menyelesaikan polemik aturan batas usia kendaraan angkutan kota, Wali Kota Salatiga, Robby Hernawan, menghadiri Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan Kota Salatiga, Kamis (15/05/2025), bertempat di Ruang Kalitaman. FGD ini mempertemukan para pemangku kepentingan, termasuk para pengusaha angkutan kota, serta menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Negeri Salatiga, Satlantas, Samsat, dan Bagian Hukum Setda.
Kegiatan ini diinisiasi untuk membahas sejumlah persoalan krusial terkait operasional angkutan umum, khususnya mengenai ketentuan batas usia teknis kendaraan. Masalah ini muncul akibat perbedaan regulasi antara Peraturan Daerah (Perda) Kota Salatiga dan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) yang berlaku secara nasional.
Perda Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan bahwa kendaraan umum angkutan orang wajib melakukan peremajaan setelah berumur 10 tahun. Sementara itu, Permenhub Nomor 98 Tahun 2013 memberikan batas maksimal operasional kendaraan selama 20 tahun, atau bisa ditentukan oleh pemberi izin sesuai kondisi daerah.
Ketimpangan dua regulasi ini dinilai menyulitkan pengusaha angkutan kota di Salatiga yang merasa terbebani oleh kebijakan peremajaan yang terlalu cepat. Dalam sambutannya, Wali Kota Robby menegaskan bahwa pemerintah harus menjadi jembatan antara kepentingan masyarakat dan aturan hukum yang berlaku.
“FGD ini adalah forum untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada. Pemerintah Kota Salatiga melalui Dinas Perhubungan memfasilitasi pengusaha kendaraan angkut agar tidak terbentur dengan peraturan. Monggo nanti para ahli untuk dibahas bagaimana baiknya, apakah dimungkinkan untuk mengacu pada Permenhub,” tegas Robby.
Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Salatiga, Nana Rositasari, menekankan pentingnya kajian hukum yang mendalam sebelum mengambil keputusan atau menyusun solusi. Ia mengingatkan agar pemerintah kota tidak gegabah dalam memberikan solusi tanpa dasar hukum yang kuat.
“Harus dikaji dulu sehingga didapat solusi terbaik. Jangan sampai pemerintah kota memberikan solusi yang tidak ada dasar hukumnya, karena ini menyangkut masyarakat dan harus dipayungi oleh hukum,” ujar Nana.
Sementara itu, pihak Satlantas dan Samsat menambahkan bahwa kelayakan jalan kendaraan harus menjadi prioritas utama demi keselamatan pengguna jalan. Selain itu, aspek administrasi seperti kepemilikan kendaraan dan kepatuhan terhadap pajak juga tak kalah penting.
Bagian Hukum Setda turut menegaskan bahwa FGD ini dapat menjadi bahan penting dalam upaya review terhadap Perda No. 15 Tahun 2013. Evaluasi ini dipandang perlu agar lahir regulasi baru yang lebih adaptif, kontekstual, dan berkeadilan bagi seluruh pihak.
FGD ini menjadi langkah konkret Pemerintah Kota Salatiga dalam merespons kebutuhan masyarakat sekaligus memastikan setiap kebijakan memiliki landasan hukum yang jelas. Harapannya, hasil diskusi ini bisa menjadi titik awal penataan ulang regulasi angkutan umum demi terciptanya sistem transportasi kota yang aman, tertib, dan berkelanjutan. (*)