Laporan: Fajrin NS Salasiwa
KUPANG | BL – Dalam upaya memperkuat perlindungan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kanwil Ditjenpas) Nusa Tenggara Timur (NTT) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Pengadilan Agama Kelas IA Kupang. Penandatanganan ini berlangsung pada Kamis (13/02/25) di Ruang Media Center Pengadilan Agama Kelas IA Kupang.
Kerja sama ini menjadi tonggak penting dalam mewujudkan sistem peradilan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan serta anak yang terdampak perceraian. Hadir dalam acara tersebut, Kepala Kanwil Ditjenpas NTT Maliki, Ketua Pengadilan Agama Kelas IA Kupang YM Darwin, Kepala Bagian Tata Usaha dan Umum Kanwil Ditjenpas NTT Andri Lesmano, serta para hakim dan ASN di lingkungan Pengadilan Agama Kupang.
Komitmen Bersama untuk Kepastian Hukum
Dalam sambutannya, Maliki menegaskan bahwa kerja sama ini adalah langkah strategis untuk memastikan hak-hak perempuan dan anak tetap terlindungi dalam situasi pasca perceraian.
“Kolaborasi ini adalah langkah positif dalam menciptakan sistem yang lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak yang sering kali terabaikan dalam proses hukum perceraian. Dengan adanya kerja sama ini, kami berharap dapat memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi mereka,” ujar Maliki.
Senada dengan itu, Ketua Pengadilan Agama Kelas IA Kupang, YM Darwin, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus mengedepankan perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam setiap proses perceraian yang ditangani.
“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa proses hukum perceraian lebih sensitif terhadap kebutuhan perempuan dan anak. MoU ini menjadi langkah nyata dalam meningkatkan akses terhadap keadilan bagi mereka yang terdampak,” ungkap Darwin.
Meningkatkan Kesadaran dan Edukasi Hukum
Selain memastikan perlindungan hukum, kerja sama ini juga mencakup upaya edukasi dan peningkatan kesadaran hukum bagi masyarakat, khususnya terkait hak-hak perempuan dan anak dalam perceraian. Sosialisasi akan dilakukan secara terstruktur melalui berbagai program, termasuk diskusi hukum, pendampingan psikososial, serta penyediaan layanan konsultasi hukum bagi mereka yang membutuhkan.
Melalui sinergi ini, diharapkan muncul dampak positif yang lebih luas, tidak hanya di Kupang tetapi juga sebagai model bagi daerah lain di NTT dalam membangun sistem peradilan yang lebih adil dan inklusif. Dengan adanya langkah konkret ini, hak-hak perempuan dan anak yang selama ini rentan terabaikan dapat lebih terjamin, menciptakan keadilan sosial yang lebih merata di wilayah NTT. (*)